Jakarta, iNBrita.com – Bangunan Museum Sumpah Pemuda di Jakarta menjadi saksi lahirnya ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Awalnya, bangunan ini adalah rumah kos milik Sie Kong Lian yang disewakan kepada pelajar pada tahun 1920. Karena lokasinya strategis, rumah ini sempat berubah fungsi menjadi kos-kosan, toko bunga, dan kantor bea cukai, sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Museum Sumpah Pemuda.
Meski berusia lebih dari seabad, bangunan ini tetap kokoh. Menurut Asep Firman Yahdiana, Pamong Budaya Ahli Muda dari Museum dan Cagar Budaya, material berkualitas tinggi seperti batu bata, kayu jati, dan mortar kapur alami membuat bangunan ini tahan lama.
Pemugaran pada tahun 1973 turut memperkuat struktur bangunan. Kini, pihak museum hanya melakukan perawatan ringan, seperti mengecat ulang dan memperbaiki bagian kecil yang rusak. Karena berstatus cagar budaya, bangunan ini tidak boleh direnovasi total.
Bangunan bergaya Indische (Indies) ini memadukan unsur Eropa, Indonesia, dan Tionghoa peranakan, yang populer di Batavia awal abad ke-20. Ciri khasnya adalah denah simetris dengan ruang tengah yang terhubung ke teras depan dan belakang. Terasnya luas, berderet kolom bergaya Yunani, sementara dapur, kamar mandi, dan gudang terletak di bagian belakang.
Rumah utama berukuran 343 meter persegi, dengan dua paviliun masing-masing 54 meter persegi, berdiri di atas lahan 1.285 meter persegi. Dulu, ruang depannya memiliki meja biliar tempat mahasiswa bersantai. Berdasarkan denah R. Katjasungka, bangunan ini memiliki 14 kamar tidur, ruang rapat, kafetaria, tempat makan bersama, kamar pembantu, dapur, dan sumur.
Kamar utama berukuran 6,2 x 3,7 meter dan 4,3 x 3,7 meter, sedangkan kamar di paviliun sekitar 4,8 x 3,8 meter. Tiap kamar berisi lemari, tempat tidur, meja, dan kursi.
Hingga kini, struktur rumah masih asli, meski sebagian besar perabotannya replika. Namun, biola W.R. Supratman dan beberapa barang milik keluarga Sie Kong Lian tetap menjadi koleksi asli museum.
(VVR*)













