Foto : Pengamat politik Citra DarmintoS.IP,.M.MP,Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Jambi
INBRITA.COM, SUNGAI PENUH – Pengamat politik Citra DarmintoS.IP,.M.MP,Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Jambi menilai perilaku arogansi hubungan antara kepala daerah seperti Walikota yang tidak lagi melibatkan Wakilnya dalam berbagai kegiatan pemerintahan ini dapat dianggap sebagai bentuk ketidak harmonisan dalam kepemimpinan atau juga bisa dinamakan”Ghosting politik” .
Menurut Citra Darminto Ghosting Politik terjadi ketika kepala daerah berkonflik dengan wakilnya, dengan alasan ketidakcocokan sehingga tidak menemukan titik temu,ini yang menjadi problem utama dari Ghosting.
“Kalau kita melihat terkait Ghosting politik ini, banyak mewarnai relasi kekuasaan antara kepala daerah dengan wakilnya. Biasanya terjadi adanya gesekan politik akibat ketidakjelasan komitmen pembagian tugas pemerintahan usai terpilih “, ujarnya
Citra Darminto mengatakan beberapa faktor terjadinya Ghosting Politik diantaranya wakil kepala daerah merasa tidak dilibatkan, sementara kepala daerah mengganggap dirinya bisa mengerjakan sendiri tanpa kontribusi wakil. Padahal komunikasi birokrasi seharusnya menjadi kunci.
“Saya melihat dibeberapa daerah selama ini masa bulan madu kepala daerah dan wakilnya biasanya berlangsung selama 6 bulan hingga setahun setelah kemenangan Pilkada. Setelah itu, biasanya riak-riak kecil mulai bermunculan.mulai dari kepala daerah menganggap wakilnya tidak bisa kerja maksimal. Sementara, wakilnya beranggapan justru kepala daerah tidak memberi wewenang dan kepercayaan lebih”,Jelasnya.
Persoalan lain terjadi bisa juga karena pecah kongsi antara kepala daerah dengan wakilnya, kerap ditengarai karena wakil merasa porsi kekuasaannya “dipreteli” sang kepala daerah.
Wakil kepala daerah adalah wakil dari pucuk pimpinan atau kepala daerah di suatu wilayah pemerintahan,sejatinya, wakil kepala daerah punya kedudukan yang seimbang dan setara dengan kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan. Hanya saja dalam penentuan kebijakan, kepala daerahlah yang paling berwenang memutuskannya.
Tugas dari wakil kepala daerah adalah membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Seorang wakil kepala daerah juga membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerahnya. Dalam artian yang lebih luas, wakil kepala daerah tidak saja sebatas wakil bupati, wakil wali kota atau wakil gubernur saja. Tapi Kepala Daerah dan Wakilnya harus menjadi satu kesatuan Ideologi kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat. Maka kepala daerah dan wakilnya harus tetap mampu menjaga soliditas marwah duet kepemimpinannya.
“Karna saya menilai Wakil bukanlah hanya sekadar teman belakang atau yang harus dinomorduakan. Wakil bukanlah ban serep kekuasaan semata. Wakil adalah kemanunggalan kepemimpinan. Tanpa wakil, kehadiran seorang kepala menjadi tidak lengkap dan tidak sempurna tentunya.
Namun Citra Darminto menilai serta tidak menampik bahwa persoalan Ghosting Politik ini terjadi tidak lepas dari proses awal rekrutmen partai politik dalam menggandengkan calon yang selalu berbasis pada nilai elektoral semata tanpa mengedepankan persamaan ideologis.
“Ini yang saya anggap sebagai akar munculnya proses “talak tiga” dalam relasi kekuasaan lokal. Tujuan partai berkoalisi di Pilkada selalu menargetkan kemenangan, dengan menjodohkan kandidat dengan pertimbangan kekuatan finansial yang dimiliki calon bukan karna kesamaan ideologi dan visi, karna jika duet kepemimpinan daerah memiliki kesamaan tujuan, tentu semua pekerjaan akan dituntaskan bersama untuk kemaslahatan rakyatnya. Intinya selama Kepala Daerah dan wakilnya melalakukan Keserakahan akan materi dan ingin menunjukkan siapa yang paling berkuasa dan paling terhormat.
Maka Ghosting Politik ini bisa terus terjadi.
Editor : ES